Ditinjau oleh: Dr. Beby Parwis, Sp.M
Berdasarkan data dari Vision Atlas di tahun 2020, sekitar 7.8 juta kebutaan di dunia disebabkan oleh glaukoma. Angka ini menjadikan glaukoma sebagai penyebab kebutaan ke-4 di Dunia. Deteksi sejak dini penting dilakukan karena glaukoma selalu tidak menunjukkan gejala yang jelas atau biasa disebut dengan “Si Pencuri Penglihatan”.
Artikel kali ini akan membahas glaukoma secara lengkap bersama Dr. Beby Parwis, Sp.M, dokter spesialis mata di RS Mata SMEC yang akan memaparkan mengenai bahaya glaukoma.
Glaukoma merupakan penyakit yang merusak saraf mata yang ditandai dengan adanya gangguan lapang pandang mata atau penurunan penglihatan secara perlahan, serta peningkatan tekanan bola mata. Kerusakan saraf mata ini sukar untuk diperbaiki.
Oleh karena itu, deteksi dini glaukoma sangat diperlukan agar kebutaan dapat dicegah. “Terdapat 4 jenis glaukoma, yakni glaukoma sudut terbuka (primer), glaukoma sudut tertutup, glaukoma sekunder, dan glaukoma kongenital,” kata Dr. Beby.
Dari keempat jenis tersebut, glaukoma sudut terbuka paling banyak diderita, dengan faktor risiko antara lain genetik (keturunan) dan usia. “Gejala yang biasa dialami bagi penderita ini adalah pandangan kabur secara perlahan-lahan, mata merah tanpa ada gejala lain, nyeri pada bola mata, nyeri kepala, mual disertai muntah, pandangan seperti melihat pelangi dan mata merah (hanya dijumpai pada glaukoma akut),” lanjutnya.
Deteksi dini merupakan hal sederhana yang dapat dilakukan. “Biasanya, hal pertama yang akan dilakukan adalah pemeriksaan tekanan bola mata pada usia 40 tahun. Jika tekanan bola mata sudah terkontrol dengan obat, waktunya kita perpanjang jadi 3 bulan, kemudian kita evaluasi lagi, selain tekanan bola mata, pemeriksaan saraf optik yang dilakukan dengan pupil lebar, pemeriksaan sudut bola mata, dan juga pemeriksaan lapang pandang dengan sudut perimetri Humphrey tujuannya untuk mengetahui hilangnya penglihatan perifer maupun sentral,” ujar Dr. Beby.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%. Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat glaukoma diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi glaukoma diperkirakan juga meningkat, dari 60,5 juta (2010) menjadi 79,6 juta (2020).
Pengobatan glaukoma terdiri dari 3 macam, yakni obat-obatan, laser dan operasi. Jenis pengobatan yang dipilih, disesuaikan dengan derajat keparahan penyakit dan kondisi pasien. Tujuan dari pengobatan glaukoma adalh untuk mempertahankan penglihatan yang ada, bukan untuk mengembalikan penglihatan yang telah hilang.
Selain itu, diharapkan dengan pengobatan sedini mungkin, akan dapat mencegah dan atau memperlambat kerusakan saraf lebih lanjut. Deteksi dini glaukoma sangat penting dilakukan untuk mencegah hilangnya penglihatan.
Punya gangguan penglihatan atau ingin konsultasi seputar mata Anda? Segera konsultasikan ke RS Mata SMEC. Kami siap melayani berbagai keluhan Anda dan siap membuat mata Anda sehat dan jernih kembali. Keep Your Eyes Healthy!
Sumber: